Monday, August 1, 2011

Desainer Indonesia Tak Kalah dengan Amerika

KOMPAS.com - Kiprah perancang busana Indonesia di industri mode dunia tak diragukan. Sebut saja Tex Saverio yang dilirik penata busana Lady Gaga, Dee Ong dengan label Batik 118, Ardistia Dwiasri dengan label Ardistia New York yang mampu memenuhi selera fashion di lima benua.

Kepada Kompas Female, Ardistia Dwiasri, President  & Creative Director Ardistia Design Works Inc., New York, berbagi pengalamannya menembus industri fashion dunia.  (Baca: Ardistia Dwiasri Mengejar "Passion" ke New York).

Intuisi kuat mengenai passion-nya di bidang fashion mendorong Ardistia untuk menggeluti dunia mode di New York. Selain belajar di sekolah fashion Parsons School of Design, New York, perempuan yang akrab disapa Disti ini juga mengikuti kata hatinya untuk mulai berbisnis di Amerika Serikat. Berangkat dari Amerika, tempat tinggalnya sejak masa SMA, Disti bergerak maju mengenalkan label Ardistia New York hingga ke Canada, Eropa, Timur Tengah, hingga Asia Pasifik.

Bertalenta
Kesempatan yang didapatkan Disti, juga bisa diraih desainer yang memilih memulai kiprah di Indonesia. Desainer Indonesia memiliki banyak kekuatan, katanya. Di antaranya, darah seni orang Indonesia tinggi, termasuk di bidang fashion. Koleksi fashion rancangan desainer Indonesia juga bagus, lanjutnya.

"Talenta di Indonesia bagus. Rancangan busana desainer Indonesia bagus, tidak kalah dengan perancang di Amerika Serikat," aku Disti saat ditemui Kompas Female di apartemen the Capital, Jakarta beberapa waktu lalu.

Pendapat Disti mengenai rancangan desainer Indonesia di negeri sendiri, menunjukkan terbukanya peluang untuk berkompetisi di ranah internasional. Hanya saja, memang ada sejumlah keterbatasan yang bisa jadi menunda kesuksesan desainer Indonesia di luar negeri, katanya.

"Pilihan bahan untuk mengeksplorasi rancangan dan intensitas publikasi untuk desainer Indonesia di ranah internasional masih mengalami keterbatasan," kata Disti menjelaskan beberapa hambatan yang boleh jadi dialami desainer Indonesia untuk berkiprah di tingkat dunia.

Melihat adanya potensi, terutama desainer muda di Indonesia, Disti mengungkapkan keinginannya berkontribusi untuk kemajuan fashion dalam negeri. "Buku mengenai industri fashion bisa membantu desainer Indonesia. Melalui buku yang diterbitkan global, desainer Indonesia bisa terangkat," kata Disti yang memiliki keinginan besar menulis buku mengenai dunia fashion dan entrepreneurship, yang diakuinya keduanya saling terkait.

Berjejaring
Menurut Disti, dengan terbukanya publikasi, desainer Indonesia bisa berkesempatan membuka jejaring dalam industri mode dunia. Meski begitu, jangan jadikan minimnya kesempatan berjejaring sebagai hambatan, katanya.

"Desainer muda Indonesia, atau siapa pun yang berminat di dunia fashion harus percaya diri. Mulai dengan magang. Banyak label internasional yang membutuhkan tenaga magang. Kebutuhan tenaga magang banyak dan kita yang harus mengajukannya, jangan hanya menunggu," tegasnya.

Disti menceritakan pengalamannya menjadi pembicara dalam sejumlah talkshow. Perempuan kelahiran Jakarta, 5 Juli 1979 ini seringkali memotivasi talenta muda untuk menembus industri fashion.

Katanya, "Jangan menunggu lowongan pekerjaan, tetapi ciptakanlah pekerjaan. Mulailah lakukan pendekatan ke industri fashion. Dalam perjalanan hidup saya, saya mengirimkan 300 resume, lalu mendapatkan 33 peluang wawancara kerja darinya, dan mendapat dua tawaran pekerjaan dalam enam bulan. Jadi, untuk berhasil, kirimkan lebih banyak resume Anda, jika perlu 1.000 resume untuk mengenalkan diri Anda kepada dunia".

Sent from Indosat BlackBerry powered by

01 Aug, 2011


--
Source: http://female.kompas.com/read/xml/2011/08/01/16132451/Desainer.Indonesia.Tak.Kalah.dengan.Amerika
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...