Saatnya bercinta (Foto: Corbis)
HUBUNGAN seksual memang bukan sekadar pemenuhan hasrat birahi saja. Sudah banyak kajian yang menyebutkan bahwa hubungan seksual yang dilakukan dengan benar akan memberikan banyak manfaat bagi pelakunya.
Manurut dr Anton Darsono Wongso SpAnd, spesialis andrologi dari Rumah Sakit Awal Bros, Tangerang, gangguan Coital Cephalgia merupakan gangguan atau serangan sakit kepala yang terjadi pada saat atau setelah melakukan hubungan seksual. Gangguan ini dialami oleh pria.
"Coital Cephalgia adalah serangan sakit kepala yang terjadi di dasar tengkorak sebelum orgasme selama melakukan aktivitas seksual (termasuk masturbasi). Dikenal juga dengan istilah orgasmic cephalgia, orgasmic headache, sex-related headached, sexual headaches atau primary headache with sexual activity (HSA)," ungkapnya.
Gangguan ini bisa terjadi pada beberapa pria yang memiliki faktor-faktor risiko tinggi seperti berat badan berlebih atau obesitas. Pria dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi, memiliki riwayat migren, sering melakukan hubungan seksual dengan posisi berlutut, penggunaan amfetamin, dan pria yang sedang menjalani terapi disfungsi ereksi juga sangat rentan menderita Coital Cephalgia.
"Pria yang menjalani pengobatan untuk gangguan atau disfungsi ereksi dengan phosphodiesterase 5 inhibitor seperti sildenafil," katanya.
Namun, tak hanya pria. Kaum wanita juga bisa mengalami gangguan ini. "Coital Cephalgia adalah bentuk yang tidak biasa dari sakit kepala yang dapat menyerang baik itu pria maupun wanita. Namun, secara statistik lebih domonan menyerang pria dibandingkan wanita dengan proporsi perbandingan 3:1," ujar dr Anton.
Pria yang mengalami Coital Cephalgia seringkali menunjukkan rasa sakit kepala berkaitan dengan aitivitas seksual yang dilakukannya. Rasa sakit seringkali muncul dari dasar tengkorak. Kemudian menjalar ke bagian depan. Sering kali rasa sakit ini timbul secara tiba-tiba. Atau bisa juga secara perlahan-lahan, kemudian memburuk selama aktivitas seksual atau masturbasi. Rasa sakit muncul hampir berbarengan dengan orgasme.
"Berlangsung selama beberapa menit, jam, bahkan beberapa hari," katanya.
Coital Cephalgia sudah diklasifikasikan sejak dulu ke dalam 3 kategori, yaitu early Coital Cephalgia, Orgasmic Coital Cephalgia, dan Late Coital Cephalgia. Ketiganya dibedakan berdasarkan lamanya serangan.
Early Coital Cephalgia merupakan jenis Coital Cephalgia yang biasanya berlangsung singkat dengan intensitas dari sedang sampai berat. Jenis ini sering kali ditandai dengan gejala pengencangan dan ketegangan otot. Selain itu juga sering nyeri tumpul. Sering terjadi bilateral di bagian oksipital dan cervical.
"Biasanya rasa nyeri bertanbah seiring dengan peningkatan gairah seksual," tandasnya.
Jenis yang pertama ini diduga memiliki keterkaitan dengan kontraksi otot di daerah sekitar kepala.
"Hal ini diduga berhubungan dengan kontraksi berlebihan dari otot-otot kepala dan leher yang terjadi sebelum orgasme," katanya.
Kedua, orgasmic coital cephalgia. Jenis ini tergolong sakit kepala yang berat. Bisa terjadi onset mendadak dan berlangsung kurang lebih 15-20 menit. Rasa sakit seringkali dirasakan oleh penderita di area oksipital atau belakang mata. Bahkan dalam beberapa kasus, jenis yang kedua ini seringkali dan umum terjadi saat orgasme.
"Atau dalam bentuk yang lebih umum dan terjadi pada titik orgasme," katanya. Hanya saja, jenis yang kedua ini bisa diakali supaya tidak muncul. "Dapat dicegah dengan menunda orgasme," imbuhnya.
Orgasmic coital cephalgia merupakan jenis yang paling umum terjadi dari kasus sakit kepala terkait dengan aktivitas seksual. Penyebabnya diduga berkaitan dengan tekanan darah. Tetapi bila sakit kepala terus berlanjut ketika tekanan darah sudah kembali normal, kemungkinan besar ada faktor-faktor lain seperti menderita migrain.
Ketiga, Late coital cephalgia. Serangan sakit kepala yang datang setelah berdiri, setelah melakukan hubungan seksual dengan onset yang lebih lama. Sakit kepala jenis ini memiliki hubungan dengan cairan kepala.
"Hal ini dihubungkan dengan tekanan cairan serebrospinal yang rendah," ujarnya.
Berbahayakah Coital Cephalgia? Pada banyak kasus, gangguan ini memang belum terekam sebagai gangguan medis yang cukup membahayakan. Namun, dalam beberapa kasus, Coital Cephalgia menjadi indikasi adanya gangguan kesehatan lain yang sangat berbahaya.
"Seperti meningitis, perdarahan dalam tulang tengkorak, tumor, stroke dan berbagai gangguan endokrin," jelas dr Anton.
Terkait dengan aktivitas seksual, gangguan ini, kata Anton, juga berpotensi menyebabkan pria mengalami disfungsi ereksi. "Coital Cephalgia saat melakukan hubungan seks bisa meningkatkan kecemasan dan perasaan tidak tenang yang nantinya dapat berpotensi menjadi masalah terjadinya disfungsi ereksi pada pasangan pria. Selain itu, penderita disfungsi ereksi yang menjalani pengobatan dapat juga mengalami Coital Cephalgia saat hubungan seks," katanya.
Pengobatan terhadap gangguan ini lebih ditujukan kepada faktor penyebab. "Seperti hipertensi, migrain, meningitis, perdarahan dalam tulang tengkorak, tumor, stroke dan gangguan endokrin yang terjadi," katanya.
Selain itu, untuk membantu mengurangi rasa sakit kepala dapat diberikan pengobatan seperti sakit kepala lainnya, melakukan kompres dingin dan berbaring di tempat yang tenang dan gelap. Menjalani terapi relaksasi walaupun kurang didukung oleh evidance base, dapat membantu mengatasi coital cephalgia.
(Genie/Genie/tty)
- Foreplay, Rahasia Ngeseks Dahsyat dengan Mr P Jumbo
- Seks Bombastis dengan Posisi WoT
- Usia 30, Puncak Libido Wanita
- Meramu Kenikmatan Seks di Dapur
- Gairah Seks Tetap Membara dengan Ini
- 3 Trik Kencan Berjalan Mulus
- Rutin Ngeseks Cegah Serangan Disfungsi Ereksi
- Seks Kilat & Ciuman Usir Kejenuhan Ranjang
- Agar Pasangan Cepat 'Basah' di Ranjang
Source: http://lifestyle.okezone.com/read/2011/07/15/197/480396/coital-cephalgia-sebabkan-disfungsi-ereksi
No comments:
Post a Comment